Al-Azhar dengan segala potensinya harus dikerahkan untuk berbenah diri, mengevaluasi hal-hal lama yang belum tercapai dan menata ulang rencana-rencana baru ke depan. Hal ini mumpung ada momentum dengan penunjukan Syeikh Thayyib sebagai Syeikh Al-Azhar yang baru.
Selain karena Pimpinan baru, Momentum lainnya juga terbuka saya kira, dengan berharap bahwa pemerintah akan mengubah kebijakan, agar Al-Azhar lebih mandiri. Jika mubarrok cerdas, maka itu bisa dipertimbangkan, dengan pertimbangan.
Pertama, adanya tantangan serius dari lawan baru politik mubarrok yang akhir-akhir ini mendapat dukungan yang cukup signifikan dari anak-anak muda, al-baradeie. Nah kalau kran Al-Azhar diperbaiki sedikit bahkan kalau bisa diperlonggar, mungkin bisa mengambil simpati para simpatisan Al-Azhar, dengan anggapan bahwa kebijakan mubarrok sudah bagus dan barubah, maka pemerintahanny perlu didukung.
Kedua, kalau memang mubarok mau mewariskan tahta kepemimpinannya pada jamal mubarok, anaknya. Maka beberapa kebijakan mubarrok yang dirasa menekan pihak-pihak tertentu bahkan masyarakat, haruslah diubah menjadi kebijakan yang pro rakyat.
Akhir-akhir ini, intensifnya volume kunjungan jamal mubarrok ke beberapa instansi yang mempunyai cukup banyak massa, seperti Timnas bola mesir atau ke Klub-klub besar seperti Al-Ahly sangat bagus, karena kunjungan itu bisa mendapat simpati dari masyarakat mesir. Politik pencitraan memang perlu untuk menyokong simpati masyarakat.
Sekaranglah momentumnya, kalau Al-Azhar memang pingin maju. Maju dengan menjaga jarak dengan pemerintah agar tak mudah diatur? Atau tetap saja seperti dulu, berjalan begitu saja, dengan Intervensi pemerintah yang berlebihan? Saya khawatir kalau tetap seperti dulu, Al-Azhar tidak akan keramat lagi. hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar