Sabtu, 27 Maret 2010

12) Berhenti Mensucikan Arab

Setiap pelajaran Agama Islam di SD, dan Setiap pelajaran Tarikh Islam di Madrasah, sering saya berkhayal, arab adalah tanah gersang tapi damai, penuh jejak-jejak nabi, banyak onta, terhampar fatamorgana, orangnya berjenggot memakai jubah dan surban (seperti ditampilkan sebagian jemaah haji Indonesia ketika pulang haji), hidupnya nomaden, wanitanya memakai jilbab, orangnya semua baik, dermawan, semua hafal Al-Qur'an, Semua Hafal hadist, dan apapun yang berhubungan dengan Mekkah pasti baik, pasti suci, pasti islam dll.

Sampai waktu SMP, khayalan ini masih tetap menjadi acuan saya memandang arab. Ketika pulang dari mekkah, ibu saya membawakan oleh-oleh jam tangan, di waktu itu saya merasa gembira sekali, weihh jam dari mekkah, saya gembira, saya pertontonkan jam itu di depan teman-teman, berharap mereka bertanya, darimana jam itu? Dengan sigap saya akan jawab Mekkah. Trend barang-barang mekkah memang menjadi magnet tersendiri ketika zaman itu.

Tak heran di zaman itu juga mekkah menjadi kalimat komersil pelaris, banyak orang jualan obat di pasar, mengaku ini obat dari mekkah atau arab. Atau ini jimat dikasih habib dari mekkah, atau ini bacaan dapat dari mekkah dll, bahkan banyak yang mengaku habib, asal hidung mancung aja. Keistimewaan mengaku habib ketika itu adalah dihormati oleh masyarakat setempat. Jokenya, "kalau sudah ada habib-makanan apapun di dalam rumah dikeluarkan, apapun dawuhnya dipatuhi". Memang sebagian Habib benaran, tapi mayoritas yang ngaku-ngaku seperti itu adalah palsu.

Lima tahun ditakdirkan tinggal di negeri arab, Terheran-heran, ternyata khayalan itu jauh tertinggal, khayalan saya ternyata di zaman rosululloh, dimana Arab belum tahu apa yang namanya modern.

Zaman sekarang, Onta sudah bukan alat transportasi tapi alat Promosi Negara arab, padang pasir bukan lagi menjadi jalan, tapi sudah menjadi tanah proyek apartemen atau mall-mall besar, hotel-hotel berbintang.

Cara hidupnya bukan lagi nomaden, tapi resident, duduk diam mempunyai banyak pembantu, menimbun lemak. Pedang bukan lagi bawaannya, tapi uang dari hasil penjualan minyak pemerintah.

Wanita bukan juga berjilbab atau bercadar ikhlas seperti yang saya khayalkan, tapi hijab sebagai tradisi atau desakan hukuman.

Khayalan itu berubah dengan realita. Ternyata kita tidak lebih buruk dari arab dan arab tidak lebih baik dari kita. Arab bukan berarti Islam, Islam bukan Berarti Arab. Tapi banyak hal yang bisa kita ambil dari meraka.

Zaman memang sudah berubah. Jadi, hentikanlah mensucikan atau mengislamkan Arab.

Tidak ada komentar: