Selasa, 13 April 2010

17) Enaknya Jadi Minoritas


Benar apa yang dikatakan pepatah arab itu "bahwa barang yang sedikit akan mahal harganya". Dalam posisi ini saya adalah minoritas dari mayoritas warga asia selatan yang terdiri dari India, Bangladesh, Pakistan. Lingkupnya tidak luas, hanya di dalam warung kecil sederhana milik orang India, Nama Warungnya "Ras-al-khaima".

Setiap kali saya masuk kesana, para pelayan dengan mudah mengenal dan kemudian menyapa dengan akrab. "hello, can I help you please". sapaan semacam itu tidak diperoleh selain saya sendiri, perkiraan saya, ya itu tadi karena saya adalah minoritas dan gampang dikenali karena sedikit.

Setelah mereka menyediakan kursi di meja di mana saya akan duduk(macam di restaurant aja), mereka kemudian menanyakan apa menunya. Setelah saya menyebutkan menu, dengan segera mereka akan menyiapkan, dan dapat dipastikan, jika ada pengunjung datang bersamaan dengan kedatangan saya, sayalah orang pertama yang menyantap makanan.

Pernah di suatu hari, ada seorang protes. "Kenapa kok mendahulukan dia, sayakan datang lebih dulu dari dia". Merasa tak nyaman, mata saya mencari bos warung ini yang lagi duduk di meja kasir. Eh si bos malah mengerdipkan mata, sambil memberikan isyarat "udah jangan pedulikan orang itu". Saya pun kembali menatap nasi byriani dan chiken goreng yang sudah siap dilahap ini dengan perasaan tenang, tanpa memperdulikan orang yang protes itu.

Di dekat pintu, saya berbisik ke pelayan itu, 'kapan-kapan janganlah kau mendahulukan saya lagi". Dia kemudian tersenyum meletakkan tangannya ke pundak, seperti sahabat yang sudah kenal baik "jangan khawatir, kamu adalah sahabat kami, kami senang melihat anda, satu-satunya orang Indonesia yang makan di restorant ini". Jawabnya. Saya pun membalasa senyumnya dengan mengucapkan terima kasih….

Masing-masing personel punya pengalaman, baik menjadi bagian dari mayoritas atau minoritas, saya teringat tulisan Ulil Abshar ketika dia bercerita bagaimana menjadi minoritas di negeri yang meyoritas penduduknya non muslim. Di mana minoritas yang begitu dihargai, sebagai spirit bahwa minoritas perlu dilindungi Hak2nya.

Tapi yang saya alami, bukan di sebuah Negara, tapi di sebuah warung kecil, dimana Orang asia selatan sering mengisi perutnya. Perlakuan istimewa tidak hanya dalam pelayanan secara express, tapi juga saya dapatkan dalam menu makanan. Mereka sering menambah dari apa yang saya minta.

Misalnya, pernah suatu kali saya memesan beef fry komplit dengan salonah. Namun yang dikasih beef fry komplit dengan salonah ditambah satu telor dadar. Saya melihat ini santai saja, saya piker mungkin pelayan salah dengar pesanan, atau mereka nanti akan menambahkan harga.

Sehabis makan, saya cuci tangan, kemudian langsung ke kasir. Seperti biasa saya memulai basa-basi dengan si bos, saya sapa dengan bahasa Urdu "Kya hale?(apa kabar)" sambil menggeleng2 kepalanya si bos menjawab "tike", saya yang hanya tahu beberapa kalimat urdu langsung merubah haluan obrolan memakai bahasa inggris.

Dan memang orang India, lebih senang dibahasa inggri-si daripada bahasa arab, entah mengapa, mungkin karena inggris pernah menjajah mereka kemudian menjadi sekutu, atau ingin memperlancar bahasa inggris mereka, entah kurang tahu. Tapi yang jelas ini adalah tips pribadi saya, kalau mau menyenangkan mereka (orang India yang kelas menengah ke bawah), pakailah bahasa inggris.

Setelah merasa cukup basa-basi, saya kemudian menanyakan harga. "Tujuh Dirham" ucapnya. Terkejut sekaligus lega, karena saya sudah mendapat bonus. Coba misalkan saya orang India atau Bangladesh atau Pakistan yang mayoritas, tak mungkin akan mendapatkan pelayanan dan harga semacam ini, tapi karena saya minoritas. "selamat merayakan minoritas" gumam saya dihati.

Tidak ada komentar: