Selasa, 25 Agustus 2009

Berlomba Dalam Kebaikan di Bulan puasa

Kebaikan di dunia menembus batas waktu dan tempat, kapanpun dan di manapun akan mendapatkan pahala dari Tuhan. Karena memang agama islam sendiri adalah kebaikan. Jadi jelas perintah agama agar kita selalu melakukan bahkan berlomba-lomba dalam kebaikan “fastabiqul khairat”.

Dalam konteks bulan Ramadhan, kebaikan mendapatkan porsi lebih dari Allah SWT. Itu terlihat dari dilipat gandakannya pahala dari segala kebaikan, menjadi sepuluh kali lipat bahkan tujuh ratus kali lipat pahala, lebih dari hari-hari biasanya. Tentu dilipat gandakannya ganjaran ada sesuatu yang istimewa dalam pandangan Allah, yaitu bulan Ramadhan itu sendiri.

Kalau kita telisik lebih dalam lagi, maka kebaikan di sini memiliki dua sisi yang tak boleh dipisahkan. Pertama kebaikan hubungan kita dengan Allah (hablum mina allah), kedua kebaikan hubungan kita antar sesama manusia (hablum minan nas). Di sini perlu dicatat bahwa kebaikan kedua bukan hanya antar sesama muslim tapi antar sesama manusia. Sesama makhluk tuhan, bukankah tuhan memang menciptakan menusia berbeda-beda, karenanya Allah di dalam Al-quran menyuruh kita dengan kalimat (liyata’arrafu) yang artinya saling memahami perbedaan antar satu dan yang lain.

Kebaikan kita dengan Allah, bisa dilakukan dengan kita terus mengaji, berdzikir, dan menunaikan sholat secara teratur di masjid ataupun di rumah-rumah. Lebih baik lagi mengaji dilakukan tidak sekedar membaca, tapi juga mengkaji tentang isi Al-Qur’an, mentadaburi apa yang ada di dalam Al-Qur’an, tujuanny hanya satu, yaitu agar kita tahu isi kandungan Al-Qur’an itu sendiri dalam bahasa qur’an(liyatadabbarul quran).

Dalam hal bedzikir juga, kita bisa melakukannya di mana saja, baik di kantor, di pasar, ataupun di ladang. Rosulullah di dalam menyambut bulan ramadhan menganjurkan kita untuk banyak beristghfar, memohon ampun atas segala dosa. Di dalam Al-Qur’an juga di sebutkan agar kita selalu berdoa sesuai apa yang kita inginkan kepada Allah, yang artinya “ Kalau seandainya hambaku bertanya padamu (Muhammad) tentang diriku, maka sesungguhnya aku dekat, dan saya akan mengabulkan panggilan mereka jika mereka memanggilku atau meminta sesuatu padaku” (Al-Baqarah, bab puasa)

Itulah beberapa contoh tentang kebaikan dengan Allah sebagai tuhan yang telah menciptakan kita. Ada beberapa hal yang perlu di catat sekaligus menjadi pertanyaan bagi kita. Apakah hanya dengan iming-imingan pahala kita mau melakukan kebaikan? Apakah seandainya tanpa iming-imingan pahala kita juga mau melakukan kebaikan?

Menurut analisis penulis, sebetulnya bentuk pahala yang dijanjikan Allah berlipat-lipat itu ditujukan untuk orang-orang awam, yaitu anak kecil atau orang yang tidak terlalu mengerti tentang agama. Dengan tujuan bisa memotivasi mereka meningkatkan kualitas dan kuantitas orang awam dalam beribadah. Sedangkan untuk orang khawas (orang tahu agama), maka iming-imingan pahala sudah tidak diperlukan lagi, karena sebetulnya kebaikan itu hanya mengharapkan ridhonya (kecintaan tuhan padanya) dan bukan semata-mata hanya mendapatkan pahala. Pendapat ini didasarkan pada selalu disyaratkannya ikhlas dalam setiap kita melakukan kebaikan (ibadah).

Kecintaan itu (mengharap ridho) itu bisa kita dapat dari sosok seorang robiah al-adawiyah. Seorang sufi ternama dari bashra. Beliau sosok perempuan sufi yang sangat mencintai tuhannya, seolah-olah tidak ada kekasih lain kecuali Allah baginya. Ini tercermin di dalam banyak Syair-syairnya yang sangat sensitif sekali terhadap persoalan mengharap ridha kekasihnya, yaitu Allah. Salah satu syair yang berhubungan dengan itu bisa saya sebut di sini :

(Kalau aku menyembah-Mu karena takut daripada api nereka-Mu maka biarkanlah aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu karena tamak kepada Syurga-Mu maka haramkanlah aku daripada-Nya! Maka jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku pada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-MU yang maha besar dan maha mulia itu)


Kedua, kebaikan hubungan kita dengan sesama manusia. Banyak hal yang bisa kita lakukan dalam hubungan kita antar sesama manusia, jujur, ber-etika, tolong menolong, toleransi dll. Ambil saja satu hal, toleransi (At-tasamuh), ada dua hal: pertama, toleransi antar ummat islam yang berbeda tafsiran dalam beberapa hal. Kedua toleransi kita antar ummat beragama yang berada di indonesia, baik dengan kristen, bhuda, hindu, konhuchu dll.

Di era delapan puluh sampai sembilan puluhan, ummat islam mengalami perpecahan sangat dahsyat, dari kelas atas lebih parah lagi di kalangan kelas bawah. Persoalannya hanya persoalan furuiyah belaka, suatu hal yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan akidah. Tapi kelompok-kelompok itu malah saling mengkafirkan antara satu dengan yang lain.

Sample sederhana terjadi di daerah penulis sendiri. Kelompok yang tidak menganut qunut waktu itu mengklaim bahwa merekalah paling diterima sholatnya oleh Allah, sedangkan yang kelompok satunya kafir, tidak sah sholatnya. Demikian juga sebaliknya. Hal-hal seperti inilah yang terjadi di era itu. Terang sekali, bahwa toleransi mahal sekali harganya.

Memasuki tahun dua ribuan,alhamdulillah ummat islam mulai sadar bahwa persoalan-persoalan ikhtilaf furuiyah tadi hanyalah persoalan kecil, ada persoalan yang lebih besar,yaitu membangun bangsa, kala itu bangsa kita berada dalam posisi transisi politik yang kalau ummat islam tidak bersatu akan terjadi pertumpahan darah. Maka muncullah poros tengah yang puncaknya melahirkan gusdur sebagai pemimpin bangsa, meskipun pada akhirnya tidak berjalan mulus. Di sini terlihat jelas, bahwa toleransi (politik) saat itu melahirkan kekuatan besar di dalam islam.

Selanjutnya toleransi antar ummat beragama, bulan ramadhan adalah bulan suci dan bulan penuh rahmat. Momen yang tepat untuk memupuk tali persaudaraan antar ummat beragama. Asal mereka menghormati kita, maka kita harus hormati mereka. Bukan malah melakukan tindakan anarkis seperti yang dilakukan oleh sebagian teman kita, dengan melakukan razia berlebihan, aksi itu menurut penulis bukan malah mencerminkan bulan puasa itu penuh rahmat, tapi sebaliknya, mencerminkan bahwa bulan puasa itu penuh dengan kekerasan, dan aksi konvoi norak dari ummat islam.

Bulan puasa adalah kesempatan bagi ummat islam untuk merepresentasikan islam yang damai, islam yang bisa menahan hawa nafsunya dari tindak anarkisme dan tindak kekerasan. Bulan ummat islam untuk melakukan kebaikan dalam bentuk toleransi bagi ummat manusia di bumi. Jangan lupa bahwa kita hidup di bumi indonesia dengan hukum demokrasi, bukan hukum islam, dengan banyak agama, bukan hanya satu agama. Toleransi adalah jawaban final atas kebhineka tunggal ikaan indonesia sampai kapanpun.

“La ikraha fiddin ” tidak ada paksaan dalam agama, “lakum dinukum wali yadin” untukmulah agamamu, untukkulah agamaku. Dua ayat tadi cukup bagi ummat islam untuk tidak melakukan pemaksaan bagi pihak lain untuk mengikuti apapun yang diyakini mereka. Oleh karena itu, hak-hak agama lain harus juga kita hormati serta kita jaga. Bukankah di zaman nabi ummat yahudi dan ummat nashara juga mendapatkan perlindungan dari beliau. Itulah bukti kebaikan dalam bentuk toleransi yang dilakukan rosulullah buat pemeluk agama lain.



Wallahu a’lam bissowab