Jumat, 09 April 2010

15) Ketidak PD-an terhadap Bahasa Sendiri

Ketika di negeri saya, Indonesia, dari dulu hingga sekarang banyak pondok pesantren berlomba-lomba meningkatkan kualitas bahasa arab. Maka di arab sebaliknya, mereka seolah-olah berlomba untuk mentidak pd-kan bahasa mereka sendiri.

Di arab, khususnya abu dhabi, mempunyai bukti nyata dari fenomena itu, yaitu dengan berkembang dan tumbuh suburnya sekolah-sekolah asing yang mengajarkan bahasa asing, inggris-perancis serta lainnya. Sedangkan di sisi lain, bahasa arab mengalami penurunan yang sangat drastis sekali.

Bicara bahasa arab, ada dua: pertama bahasa fushah (resmi), kedua bahasa Ammiyah (pasaran). Kalau melihat bahasa arab kedua, memang cukup banyak dipakai oleh bahasa arab sendiri. Nah inilah menurut saya satu-satunya peninggalan bahasa arab itu. Kalau membahas bahasa fushahnya, sudah sangat minim sekali orang-orang arab ngomong pakai bahasa fushah, bahkan banyak dari mereka tidak mengerti bahasa fushah itu.

Ibarat di Indonesia, bahasa Indonesia banyak dilupakan orang, karena mereka lebih senang dan bangga dengan bahasa inggris atau bahasa lainnya. Ngomong pakai bahasa daerah itu sudah biasa, karena dari lahir orang tua sudah bicara pakai bahasa daerah. Tapi ya itu, mereka tidak pernah memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, mereka lebih senang pakai bahasa asing itu.

Bahkan banyak perusahaan-perusahan kecil di UAE, yang bosnya sendiri orang arab asli, tapi mewajibkan atau paling tidak mensunnahkan pegawainya pake bahasa inggris. Inikan namanya orang dalam mengikis bahasa sendiri.

Ada teman saya dari Syria, membawa teman yang ingin membuat Curriculum Vitae. Setelah duduk di depan saya.

teman teman saya itu bilang "tolong bikinin surat CV dong" sambil menyerahkan card identity-nya ke saya.
Saya balik bertanya. Mau pakai bahasa apa nih? "Arab" jawabnya.
Kemudian teman saya itu protes "wah, bahasa inggris aja. Sekarang dimana-mana bahasa inggris"
"Gak papa bahasa arab juga" kata saya, kemudian melanjutkan. "Inikan Negara arab, kamu juga orang arab"
"gak bisa" teman saya yang satu itu kembali protes "perusahan-perusahan sini sudah makai management inggris semua"
Tanpa terpengaruh omongan saya, teman teman saya itu kemudian menyerah "ya udah deh bahasa inggris aja".

Saya coba mereka-reka, mungkin alasan mereka yang senang memakai bahasa asing adalah begini "Di Arab-kan banyak pekerja asingnya, mereka gak ngerti bahasa Arab, mereka cuma mengeri bahasa inggris, jadi saya pakai bahasa inggris"

Alasan itu saya kira tidak logis, mengapa bahasa arab yang harus mengalah kepada bahasa asing, seolah-olah bahasa arab kurang berharga dari bahasa asing. Kalau bisa mereka harus dipaksa secara lingkungan agar mereka mau belajar dan memakai bahasa arab, misalnya dengan mewajibkan pegawai berbahasa arab. Dengan begitu, saya kira bisa menunjukkan bahwa nilai jual bahasa arab, tidak lebih rendah dari bahasa lainnya.

Namun tidak terelakkan, ada sisi positifnya juga. Dengan fenomena mengasingi-sasi bahasa ini membuat Negara arab lebih bisa mengaktualisasi wacana dengan bebas dan luas, karena seperti yang sudah dikenal sejak zaman dulu,Orang arab adalah orang fanatic terhadap suku, ras, budaya sendiri.

Hasilnya- beberapa tahun belakangan ini memang arab tidak lagi fanatic buta, dengan menutup mata dengan dunia luar. Meraka malah ikut andil dalam sector-sektor ekonomi dunia. Walapun pengaktualisasian itu sering kelewatan.sampai-sampai mereka tidak bangga dengan bahasa-nya mereka sendiri.

Contoh kecil dialog saya dengan teman saya itu adalah akibat dari pengaktualisasian yang kelewatan, itu adalah sebagian fenomena yang sekarang dirasakan oleh para elit bahasa arab di negeri-negeri arab. Mereka khawatir kalau bahasa arab bisa hilang sama sekali, Kekhawatiran itu terbukti dengan munculnya banyak seminar yang membahas tentang masa depan bahasa arab di tengah-tengah bahasa asing, tentu bahasa arab yang fushah.

Tidak ada komentar: