Sabtu, 21 Februari 2009

Wajah Flexible

Tiga bulan di Abu dhabi, saya merasa heran, mengapa orang-orang selalu mengira bahwa saya dari negara lain bukan indonesia. Padahal kedua orang tua saya berasal dari indonesia. Dan ketika saya tanya tentang asal-usul keluarga, tetap saja tidak ada keturunan non indo.

Kenyataan bahwa sebagian orang dalam beberapa kesempatan tidak percaya ketika saya jelaskan bahwa saya dari indonesia, seringkali membuat saya jengkel tak karuan. Karena sudah saya terangkan berkali-kali tapi masih belum percaya juga, bahkan demi dalil, saya berbicara bahasa indonesia, tapi mereka tetap unbelief. Akhirnya, ketika mereka tidak percaya lagi maka saya misuh-misuh pakai bahasa madura biar puas hehehe, “patek jieh, tak partajeh”.

Beberapa hari ini saya dengan iseng mencoba mencari pokok permasalahan, karena bagi saya, indonesia adalah ibu pertiwi, saya merasa bangga ketika saya disebut orang indonesia, karena memang saya orang indonesia. Yes iam indonesia, Bangga....

Saya mulai, Dari rambut? seperti rambut orang umumnya, jadi tidak ada masalah. Kulit? memang indonesia asli, sawo matang hehehe, tak ada masalah. Tinggi badan? seperti tinggi orang asia, tidak ada masalah. Bentuk Wajah, nah ini dia yang menjadi masalah.

Wajah memang biang kerok dari kekacauan ini, saya sendiri tidak tahu untuk menilai bentuk wajah saya bagaimana, tapi nyatanya, sudah banyak orang bertemu saya, ada lima wajah yang mereka sebutkan: pertama, philipine. Dua, pakistan, ketiga bangladesh dan keempat nepal. Kelima india. Apakah kesimpulannya wajah saya flexible? “no,but confuse huahauha” jawab alan teman dari philiphine itu sambil tertawa puas. Potangnamo (kurang ajar dalam bahasa philiphine) Alan!!!!

Dalam beberapa hari ini juga saya mencoba mengklasifaksi tempat dimana saya sering
disebut bangladesh atau negara-negara non indo itu.

Pertama, di restoran bangladesh dan toko-toko milik orang bangladesh, maka disitulah saya sering divonis sebagai orang bangladesh. Bahkan hampir dipastikan setiap saya masuk ke toko-toko itu untuk membeli alat-alat kantor mereka akan memakai bahasa bangladesh kepada saya tanpa mengklarifikasi lebih dulu dari mana saya,sayapun geleng kepala tak mengerti sambil menjelaskan bahwa “sorry iam indonesia”. Alhamdulillah beberapa dari toko bangladesh itu sekarang tahu bahwa saya dari indonesia.

Kedua, ketika berjalan ke plaza atau mal-mal di sini, atau ketika saya berada di kantor atau ketika saya menaiki taksi. Di tempat-tempat inilah saya sering divonis dari philipine. Saya mempunyai beberapa penglaman lucu menjadi tersangka sebagai orang philipine.

Suatu hari, orang philiphine datang ke kantor mungkin ingin menanyakan sesuatu. Di kantor hanya ada saya sendiri, sedangkan bos dan sekretarisnya keluar pergi ke bank. Tiba-tiba orang philiphine itu bicara cepat, panjang lebar dengan bahasanya mengarah kepadaku, setelah selesai bicara, saya hanya nyengir dan geleng-geleng sambil mengatakan saya bukan philiphine. Orang itu kaget “Syu hadza? Artinya, apa ini? Kamu bukan kabayan (kabayan adalah kata lain dari orang philiphine), Saya kira kamu dari philiphine” sambil tersenyum dan merubah bicara dengan bahasa arab. Dalam hati saya “huahaua kasihan deh lo”.

Ketiga, ketika mengecek pekerja atau tukang, saya sering disebut sebagai orang nepal. Saya tidak heran dengan anggapan ini, karena para pekerja kasar dan tukang-tukang yang bekerja pada kantor ini semua dari nepal. Jadi orang menganggap yang mengawasinya juga orang nepal.

Keempat, perlu diketahui sebagian besar para pengemudi taksi di Abu dhabi adalah orang Pakistan, ketika naik taksi inilah kadang-kadang saya diajak bicara bahasa Pakistan oleh sebagian pengemudi dari Pakistan. Terkadang juga ketika ada orang yang datang ke kantor ingin menyewa flat atau kamar, mereka sering menanyakan kepada saya memakai bahasa Pakistan atau urdu.

Dari sana kemudian timbul hasrat saya untuk belajar sedikit-sedikit bahasa urdu, yaitu bahasa orang-orang pakistan. Kurang tahu gimana sejarahnya, yang jelas,Negara seperti Bangladesh, Pakistan, atau Nepal semua mengerti dan bisa berbicara dalam bahasa urdu. Dengar-dengar dari seorang teman Nepal, ya itu tadi. mereka yang tahu bahasa urdo adalah Negara pecahan india (kurang tahu ini benar apa tidak). Dan sekarang sedikit-sedikit tahulah bahasa urdu, kalau hanya sekedar say hallo.

Banyaknya jumlah pendatang dari india, Bangladesh, Pakistan, Nepal, membuat bahasa arab ammiya emirates sedikit tercampuri oleh bahasa urdu ini. Pas pertma kali saya mengira bahasa arab ammiyah sini sama dengan bahasa arab amiyh mesir, tapi nyatanya tidak, sudah ada kotaminasi urdo di sana. Contoh, bahasa arab sampah kalau di mesir adalah “zabalah” di sini berubah menjadi kacara, kata ini berasal dari prosakata urdu.

Kelima, india, seperti juga Pakistan, cuman yang ini lebih sedikit, tiga kali saya dituduh orang india, pertama, suatu hari ketika di kantor, kedua ketika naik taksi, dan keempat ketika membeli obat teman yang lagi sakit di apotik.

Namun selain wajah,permasalahan nomer dua dan saya cukup menyadari ini adalah sedikitnya orang Indonesia di sini, terutama yang kaum laki-laki. Mayoritas yang pekerja Indonesia di sini adalah wanita, dan itupun bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Sungguh sekarang saya lagi mencari solusi bagaimana caranya ketika orang melihat saya pertama kalinya, langsung di cap sebagai orang Indonesia, tapi sampai sekarang saya belum mendapatkan solusi itu.